Kamis, 24 November 2016

Penyuap Brotoseno Haris Arthur Haedar Ternyata Tim Pengacara Perusahaan Dahlan Iskan

Penyuap Brotoseno Haris Arthur Haedar Ternyata Tim Pengacara Perusahaan Dahlan Iskan
Hasil gambar untuk dahlan iskan
Satgas Saber Pungli tak sembarangan menangkap AKBP Brotoseno Selain barang bukti uang Rp1,75 miliar yang diterima, AKBP Brotoseno sempat bertemu perantara pemberi suap, Leksi alias Lexi M Budiman.

Mereka pun membahas rencana pemeriksaan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebelum hari penyerahan uang. Dahlan hendak diperiksa lantaran dianggap berperan dalam proyek cetak 100 hektar lahan sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.

"Sudah ada (pertemuan dan komunikasi). Makanya keluar uang itu," jelas Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompu.

Martinus menerangkan, pada saat Brotoseno ditangkap tanggal 11 November, Satgas juga mengamankan barang bukti uang sebesar Rp1,75 miliar. Tim juga menangkap rekan Brotoseno, Kompol Dedi alias DSY dengan barang bukti uang Rp150 juta.

Sedangkan dari tangan Lexi M Budiman, Satgas menyita barang bukti sisa uang sebesar Rp1,1 miliar.

Uang tersebut berasal dari pengacara bernama Haris Arthur Haedar yang kemudian juga ditangkap Satgas.

Haris saat ini menjabat Wakil Ketua Umum Peradi dan menjadi tim pengacara coorporate perusahaan media milik Dahlan Iskan.

Pemberian uang hampir Rp 3 miliar diduga pelicin atas bantuan AKBP Brotoseno yang waktu itu menjabat Kanit III Subdit III Dit Tipikor Bareskrim, terkait recana pemeriksaan Dahlan Iskan.

Kasus yang disidik Brotoseno Cs yakni dugaan korupsi cetak sawah Kementerian BUMN 2012-2014 di Ketapang, Kalimantan Barat. Kasus cetak sawah ini sudah ditetapkan tersangkanya yakni Direktur PT Sang Hyang Seri yang juga Asisten Deputi Kementerian BUMN, Upik Rosalina Wasrin.

Proyek cetak sawah Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Dahlan Iskan bernilai Rp317 miliar. Dana proyek bersumber dari urunan dana CSR (corporate Social Responsibility) tujuh perusahaan BUMN.

Yakni Perusahaan Gas Negara, Pertamina, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Kesehatan, PT Sang Hyang Seri dan Hutama Karya.

Namun dalam pelaksanaannya, proyek tersebut mangkrak dan sebagian besar diduga fiktif. Hanya teralisasi 100 hektare dari rencana proyek seluas 100 ribu hektare. Diduga ada kerugian negara sekitar Rp208,64 miliar dari proyek itu.

"Begini. Dahkan Iskan kan mau dipanggil untuk pemeriksaan. Kemudian, ditunda-tunda. Lalu, ada seseorang (LMB) berkomunikasi dengan Kompol D, dia temannya LMB. Lalu, Kompol D memperkenalkan AKBP Brotoseno kepada dia (LMB). Dan di sini lah terjadi satu dugaan pelanggaran terkait perkara dan pemeriksaan. Setelah bertemu dan ada komunikasi, penyerahan uangnya ke AKBP BS melalui Kompol D," beber Martinus.

Martinus menceritakan, Direktorat III Bareskrim Polri sudah menyelidiki dugaan korupsi proyek cetak sawah Kementerian BUMN ini sejak awal 2015.

Dan penyidikan di bawah AKBP Brotoseno mulai dilaksanakan sejak April 2015, dengan menetapkan Upik Rosalina Wasrin sebagai tersangka.

Berkas perkara Upik Rosalina Wasrin tak kunjung lengkap atau P-21 lantaran perlu adanya keterangan dari beberapa saksi, di antaranya mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan selaku Pengguna Anggaran.

Keterangan Dahlan Iskan juga diperlukan lantaran dalam pengembangan kasus tersebut ada saksi yang menyebutkan dugaan peran keterlibatannya.

"Dalam kaitan penyidikan kasus ini, penyidik menemukan bahwa ada peran dari Menteri BUMN saat itu sehingga dilakukan pemeriksaan kepada Menteri BUMN pada saat itu. Sebab, itu adalah proyek BUMN, tentu penyidik beranggapan ada peran yang ditampilkan oleh Menteri BUMN itu diperlukan keterangannya," papar Kombes Martinus.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar